Mengasuh anak kadang-kadang dapat tanpa sadar ‘menguras’ fisik dan emosional orang tua.
Ketika merasa kewalahan, anak seringkali dimarahi atau bahkan dipukul. Jika sudah terlanjur demikian, apa yang seharusnya dilakukan oleh orang tua?
Menurut Parenting for Brain, orang tua rentan mengeluarkan kemarahan pada anak ketika mereka merasa lelah.
Hal ini dapat mengurangi kesabaran dan kemampuan mereka dalam menghadapi situasi dengan tenang.
Hukuman dalam bentuk teriakan atau pukulan juga sering terjadi, bahkan bisa menyebabkan trauma pada anak.
Bentuk kekerasan verbal seperti membentak merupakan bentuk agresi psikologis yang dapat menyebabkan rasa sakit emosional pada anak.
Apa yang harus dilakukan oleh orang tua setelah mereka marah pada anak?
Jika hal ini terjadi secara terus-menerus, dampaknya bisa berpengaruh pada kesejahteraan psikologis anak dalam jangka panjang.
Untuk memperbaiki komunikasi dan mengembalikan ikatan dengan anak, ada beberapa langkah yang perlu diambil oleh orang tua, yaitu:
- Mengambil Jeda dan Menenangkan Diri
Seperti yang dikutip dari Motherly, sebaiknya hindari meledakkan kemarahan dengan menjauh sejenak dari anak.
Ketika marah, otak cenderung sulit bekerja secara bijaksana dan rasional.
Jika memungkinkan, mintalah bantuan suami atau anggota keluarga lain untuk mengambil alih situasi sehingga Bunda dapat istirahat sejenak.
Kadang-kadang yang Bunda butuhkan adalah istirahat mental untuk sementara waktu.
Misalnya, keluar rumah untuk mendapatkan udara segar atau hanya sekadar mencuci wajah.
- Membicarakan dengan Anak
Setelah Bunda dan Si Kecil kembali tenang, cobalah mendekati anak dan ajak dia berbicara.
Hormati keputusan anak jika dia belum siap untuk berbicara. Mungkin dia masih perlu waktu untuk menenangkan diri.
Jika anak sudah bersedia, berusahalah untuk benar-benar hadir untuknya.
Hindari distraksi saat berbicara, termasuk penggunaan ponsel.
- Memberikan Perhatian yang Tulus
Anak membutuhkan rasa aman dan nyaman dari orang tua.
Perhatian yang tulus diharapkan dapat mengurangi perasaan negatif yang tersisa.
Bunda dapat dengan baik mengatakan pada anak tentang kesalahan yang dia lakukan saat itu.
Jangan lupa memberikan pelukan hangat dan menunjukkan perhatian.
- Meminta Maaf
Siapa bilang orang tua tidak boleh meminta maaf kepada anak? Ini merupakan langkah yang sangat penting, Bunda.
Sayangnya, banyak orang tua yang berpikir bahwa meminta maaf akan melemahkan otoritas mereka.
Namun, ingatlah bahwa konflik yang berlangsung lama antara orang tua dan anak dapat membentuk pengalaman anak terkait konflik di masa depan.
Jika Bunda ingin Si Kecil tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, mulailah dengan menunjukkan perilaku yang perlu mereka pelajari.
Salah satunya adalah dengan meminta maaf ketika melakukan kesalahan.
- Memvalidasi Emosi Anak
Untuk sepenuhnya mengatasi trauma ini, berikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan perasaannya.
Meskipun terlihat sepele, ini akan membantu anak melepaskan emosi negatif yang masih ada di dalamnya dan memastikan bahwa mereka tidak menahan perasaan tersebut.
Apapun emosi yang anak tunjukkan, Bunda harus mengkomunikasikan bahwa perasaan mereka bisa dimengerti.
Tidak masalah jika orang tua dan anak tidak memiliki perasaan yang sama.
Yang penting adalah, memvalidasi perasaan anak akan membuat mereka belajar menerima dan menghadapi emosi tersebut.
Untuk membantu menghilangkan trauma pada anak dengan cepat, pastikan Bunda selalu memperhatikan perubahan perilaku dan gejala trauma pada anak, seperti:
- Menjadi sangat sensitif, mudah marah, atau mudah menangis.
- Sulit tidur nyenyak, sering bermimpi buruk, atau mengompol.
- Mengalami sakit perut atau sakit kepala tanpa alasan yang jelas.
- Enggan untuk bersosialisasi.
- Kesulitan berkonsentrasi saat belajar.
- Kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya disukai.
Proses pemulihan setelah mengalami trauma pada awalnya mungkin terasa tidak nyaman.
Namun, ingatlah bahwa manfaat yang akan didapatkan dari proses ini akan membawa perubahan positif di masa depan. Semoga informasi ini bermanfaat, Bunda.