Eh, guys, tau gak sih kalau baru-baru ini para driver ojol (ojek online), taksi online, dan kurir ngadain demo besar-besaran? Mereka kumpul di depan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Jakarta, Senin (17/2/2025), dan nuntut hal penting banget: THR alias Tunjangan Hari Raya! Kenapa? Gini ceritanya…

Kenapa Demo? Driver Ojol Minta THR!

Jadi, aksi demo ini bukan cuma di Jakarta doang, tapi juga ada di beberapa kota lain kayak Sukabumi, Dumai, Pontianak, dan Pangkal Pinang.

Para driver ini lagi ngehentikan aktivitas orderan mereka, atau yang biasa disebut “off bid”, sebagai bentuk protes massal. Tujuannya jelas: minta hak-hak mereka yang selama ini dianggap hilang, termasuk THR.

Menurut Lily Pujiati, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), pengemudi ojol dan kurir ini sebenarnya udah kerja keras, tapi platform digital seperti Gojek, Grab, dan lainnya malah meraup keuntungan besar.

Sayangnya, mereka nggak kasih hak-hak dasar yang seharusnya diterima driver, seperti upah minimum, jam kerja yang layak, dan yang paling dibutuhkan: THR!

“Fleksibilitas yang diusung sistem kemitraan cuma jadi dalih platform buat ngindarin tanggung jawab ke kesejahteraan pengemudi.

Sementara bisnis platform menikmati untung besar, para pengemudi malah terjebak dengan penghasilan yang nggak pasti,” ujar Lily.

Nah, jadi intinya, driver ojol dan kurir ini merasa diperlakukan nggak adil. Bahkan, di beberapa daerah, mereka ngerasa penghasilan bulanan mereka kurang banget.

Pendapatan Ojol: Lebih Rendah Dari Pekerja Formal!

Ternyata, guys, penghasilan para driver ojol dan kurir ini nggak semanis yang kita kira. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata pendapatan mereka sangat tergantung sama jumlah orderan harian.

Tanpa ada gaji tetap, mereka harus kerja lebih dari 8 jam sehari buat ngejar pendapatan yang layak. Kalo lagi sepi orderan? Ya, mereka terima nasib deh.

Jadi, meskipun mereka dianggap “mitra” oleh perusahaan ojek online, status ini malah bikin mereka nggak punya hak-hak pekerja yang seharusnya.

Sebagai “mitra”, mereka punya kebebasan ngatur jam kerja dan penghasilan, tapi juga harus siap dengan risiko pendapatan yang nggak menentu. Itulah kenapa banyak driver yang ngerasa, “Nih, kok kayaknya gue lebih dari sekadar mitra, ya?”

Model Kemitraan yang Diperdebatkan Dunia

Sebenernya, sistem kemitraan ini bukan cuma jadi perdebatan di Indonesia. Negara-negara lain juga mulai ngelihat ini sebagai masalah.

Di Inggris, Swiss, dan Belanda, misalnya, pengadilan-pengadilan udah mulai memutuskan kalau status “wirausaha” atau “mitra” itu cuma di atas kertas doang.

Di Malaysia, AirAsia malah udah ngasih gaji tetap dan jaminan hari tua buat driver mereka. Di Spanyol, Deliveroo dan Uber Eats dipaksa buat menggaji driver mereka sebagai pekerja tetap.

Jadi, pertanyaannya sekarang adalah, apakah Indonesia bakal ikut langkah negara-negara tersebut dan ngasih perlindungan lebih buat pengemudi ojol dan kurir? Atau, sistem kemitraan yang sekarang bakal tetep dipertahanin?

Dengan semakin banyaknya tuntutan dari pekerja platform di Indonesia, sekarang semua perhatian tertuju ke kebijakan pemerintah.

Apakah pemerintah bakal ngikutin jejak negara lain dengan ngasih hak lebih buat driver ojol dan kurir? Atau bakal tetap mempertahankan model kemitraan yang bikin pengemudi ngerasa nggak dihargai?

So, guys, kita tunggu aja langkah-langkah selanjutnya. Semoga aja ada solusi yang bikin driver ojol bisa ngerayain hari raya dengan layak, ya!