Rockefeller Foundation adalah sebuah yayasan organisasi nirlaba punya sejarah panjang sebagai pahlawan kemanusiaan global, basisnya di Kota New York, Amerika Serikat.
Rockefeller Foundation bukan cuma lembaga bantuan biasa, guys! Mereka terkenal sebagai penyedia beasiswa, pengembang lembaga penelitian, dan pelaku serius dalam program eradikasi penyakit menular.
Didirikan oleh tokoh besar, John D. Rockefeller (“Senior”), bareng anaknya, John D. Rockefeller, Jr., dan penasihat keren bisnis-filantropinya, Frederick Taylor Gates, yayasan ini resmi lahir pada 14 Mei 1913. Misi utamanya simpel tapi keren: “menyebarluaskan kesejahteraan umat manusia di seluruh dunia.”
Di tanah air, pada dekade 1970-1980-an, Yayasan Rockefeller bikin gebrakan besar. Mereka aktif banget bagi-bagi beasiswa buat para dosen dan peneliti di lembaga pendidikan milik pemerintah dan organisasi kemasyarakatan. Gak cuma itu, guys! Mereka juga jadi sosok kunci di balik suksesnya Revolusi Hijau, termasuk di Indonesia, serta beberapa program pemberantasan penyakit menular.
Meski punya track record positif, Yayasan Rockefeller enggak bisa lepas dari sorotan kritis, terutama soal program-programnya yang dianggap punya kelemahan kalo dilihat dari sudut pandang modern. Kritik yang keras muncul terutama terkait pendanaan program eugenika di Amerika Serikat dan juga peran mereka dalam Revolusi Hijau.
Namanya udah besar banget di dunia, guys, dan tentunya gak lepas dari kehebohan dan kejutan. John D. Rockefeller, sang pendiri, adalah salah satu orang terkaya sepanjang sejarah Amerika. Pada tahun 2018, kekayaannya mencapai angka yang bikin mata kita melotot, yaitu 257,3 miliar dolar AS atau sekitar 3.653 triliun rupiah! Gak heran, dia diakui sebagai pebisnis legendaris, mengukir standar kualitas minyak, dan berjuang keras mendirikan perusahaannya, Standard Oil, dengan efisiensi tinggi.
Namun, kehidupan setelah John D. Rockefeller meninggal nggak selalu mewah dan tanpa konflik, lho! Pada tahun 2016, keluarga Rockefeller justru terlibat pertikaian serius terkait bisnis pengeboran. Beberapa ahli waris menentang ExxonMobil dengan alasan meyakini bahwa perusahaan itu berkontribusi pada masalah pemanasan global. Tapi, sebagian anggota keluarga berpendapat bahwa membuang ExxonMobil, yang menggantikan Standard Oil, adalah keputusan yang salah karena keluarga berutang banyak kekayaan pada perusahaan itu.
Salah satu anggota keluarga, Vallerie Rockefeller Wayne, menyuarakan sikap keren nih, “Gara-gara sumber kekayaan keluarga kita dari bahan bakar fosil, kita ngerasa punya tanggung jawab moral yang gede banget, buat anak-anak kita dan buat semua orang – untuk terus maju.”
Gimana, guys? Bayangin aja betapa Rockefeller Foundation bisa tetep on fire dengan kekayaan dan pengaruh mereka di kancah internasional. Mereka gak cuma jadi penyumbang kemanusiaan di seluruh dunia, dari beasiswa sampai bantuan penanganan penyakit menular, tapi juga punya peran krusial dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Kepemimpinan mereka kini dipegang oleh Dr. Rajiv Shah, presiden ke-13 yayasan ini sejak 2017. Dr. Rajiv Shah adalah sosok keren, bukan cuma sebagai orang termuda yang memimpin Rockefeller Foundation, tapi juga sebagai orang India-Amerika pertama yang menduduki posisi tersebut.
Walaupun mereka berjuang keras dalam menangani pandemi COVID-19, terutama di Amerika Serikat, belakangan ini, Yayasan Rockefeller justru disorot karena dikaitkan dengan gosip konspirasi pandemi. Gak banget, kan? Namun, tetaplah pantengin terus, karena Yayasan Rockefeller nggak bakalan berhenti memberikan dampak besar di dunia.
BACA JUGA: Bongkar Rahasia Israel dan Indonesia? Shmuel Friedman dan The Jerusalem Post Terus Jadi Sorotan
Trending Lagi Dituding Biang Kerok Covid-19
Rockefeller Foundation trending lagi baru-baru ini disangkutpautin sama virus COVID-19 tahun 2020.
Ceritanya karena, si Drs Dharma Pongrekun, Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri, jadi Bintang tamu di podcast Dr Richard Lee yang lagi ngebahas konspirasi COVID-19 tanggal 27 Januari 2024. BOOM, jadi deh rame ngomongin dan cari tau tentang Rockefeller Foundation.
Lee nanya, “Apa yang bapak tau tentang COVID-19?”
Terus Dharma jawab, “Saya tahu banyak, sudah direncanakan tahun 2010 oleh Rockefeller Foundation.”
Dia kasih tambahan info, “Disimulasikan tahun 2015, dimainkan tahun 2020 buat Indonesia, tapi diluar negeri udah disosialisasiin tahun 2019.”
Lee penasaran lagi, “Tujuannya apa, pak?” Dharma jawab mantap,
“Tujuannya adalah percepatan program digitalisasi, makanya COVID di belakangnya ada ID, Identity Digital, gitu.”
Mantan Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara ini bilang, ini bukan cocokologi, tunggu aja waktu yang bakal ngasih jawaban.