Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Senin 7 April 2025.
Kalender Liturgi hari Senin 7 April 2025 merupakan Hari Senin Pekan V Prapaskah, Peringatan fakultatif Santo Yohanes de la Salle, Pangaku Iman, Beato Henry Walpole, Martir, dengan Warna Liturgi Ungu.
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Senin 7 April 2025:
Bacaan Pertama Daniel 13:1-9,15-17,19-30,33-62
Sungguh, aku mati, meskipun aku tidak melakukan sesuatu pun dari yang mereka tuduhkan.
Adalah seorang orang diam di Babel, Yoyakim namanya. Ia mengambil seorang isteri yang bernama Susana anak Hilkia. Isterinya itu amat sangat cantik dan takut akan Tuhan. Karena orang tuanya benar maka anak mereka dididik menurut Taurat Musa.
Adapun Yoyakim adalah amat kaya dan dimilikinya sebuah taman yang berdekatan dengan rumahnya. Oleh karena ia paling terhormat di antara sekalian orang maka orang-orang Yahudi biasa berkumpul padanya.
Nah, dalam tahun itu ada dua orang tua-tua dari antara rakyat ditunjuk menjadi hakim. Tentang mereka itulah Tuhan telah berfirman: “Kefasikan telah datang dari Babel, dari kaum tua-tua, dari para hakim yang berlagak pengemudi rakyat.”
Orang-orang tua-tua itu sering mengunjungi rumah Yoyakim, tempat setiap orang yang mempunyai suatu perkara datang kepada mereka. Apabila menjelang tengah hari rakyat sudah pergi masuklah Susana untuk berjalan-jalan di taman suaminya.
Kedua orang tua-tua itu setiap hari mengintip Susana, apabila ia masuk dan berjalan-jalan di situ. Maka timbullah nafsu berahi kepada Susana dalam hati kedua orang tua-tua itu.
Mereka lupa daratan dan membuang muka, sehingga tidak memandang Sorga dan tidak ingat kepada keputusan yang adil.
Sedang mereka menunggu saat yang baik maka pergilah Susana ke taman itu seperti yang sudah-sudah. Ia hanya disertai dua orang dayang, karena cuaca panas maka ia mau mandi di taman itu. Tiada seorangpun ada di sana kecuali kedua orang tua-tua itu yang bersembunyi sambil mengintip Susana.
Kata Susana kepada dayang-dayangnya: “Ambilkanlah aku minyak dan urap dan tutuplah pintu-pintu taman, maka aku dapat mandi.” Segera setelah dayang-dayang itu keluar bangunlah kedua orang tua-tua itu dan bergegas-gegas menuju Susana.
Berkatalah mereka: “Pintu-pintu taman sudah tertutup dan tidak ada seorangpun melihat kita. Kami sangat cinta berahi kepadamu. Berikanlah hati saja dan tidurlah bersama-sama dengan kami.
Tetapi kalau engkau tidak mau, pasti kami naik saksi terhadapmu, bahwa seorang pemuda kedapatan padamu dan bahwa oleh karena itulah maka dayang-dayang itu kausuruh pergi.”
Bernafaslah Susana lalu berkata: “Aku terdesak sekeliling. Sebab jika hal itu kulakukan, niscaya mati menanti aku. Jika tidak kulakukan, maka aku tidak lolos dari tangan kamu.
Namun demikian lebih baiklah aku jatuh ke dalam tangan kamu dengan tidak berbuat demikian, dari pada berbuat dosa di hadapan Tuhan.”
Lalu Susana berteriak-teriak dengan suara nyaring. Tetapi kedua orang tua-tua itupun berteriak-teriak pula melawan Susana. Yang satu lari membuka pintu taman. Demi teriak di taman itu didengar oleh orang-orang yang ada di dalam rumah, bergegas-gegas masuklah mereka lewat pintu samping untuk melihat apa yang terjadi dengan Susana.
Setelah kedua orang tua-tua itu memberikan keterangan-keterangan maka amat malulah para pelayan, sebab belum pernah hal semacam itu dikatakan tentang Susana.
Ketika keesokan harinya rakyat berkumpul lagi pada Yoyakim, suami Susana, datang pula kedua orang tua-tua itu penuh dengan angan-angan fasik terhadap Susana untuk membunuh dia.
Di depan rakyat mereka berkata: “Suruhlah ambil Susana anak Hilkia, isteri Yoyakim!” Maka diambillah ia. Datanglah Susana dengan disertai orang tuanya. Anak-anaknya dan kaum kerabatnya. Sanak saudara dan semua yang melihat Susana menangis.
Sementara kedua orang tua-tua itu berdiri di tengah-tengah rakyat dan meletakkan tangan mereka di atas kepala Susana, maka Susana sendiri menengadah ke Sorga sambil menangis, sebab hatinya tetap percaya pada Tuhan.
Kemudian kata kedua orang tua-tua itu: “Sedang kami berdua saja berjalan-jalan di taman, masuklah ia bersama dengan dua sahaya, lalu pintu-pintu taman itu ditutup dan disuruhnya sahaya-sahaya itu pergi.
Lalu datanglah seorang pemuda yang bersembunyi di situ kepadanya dan berbaring sertanya. Ketika kami yang ada di sudut taman melihat kefasikan itu maka berlari-larilah kami kepada mereka.
Walaupun kami melihat mereka tidur bersama-sama di sana, namun kami tidak dapat menangkap pemuda itu karena ia lebih kuat dari kami. Ia membuka pintu lalu melarikan diri.
Tetapi dia ini kami pegang dan kami menanyakan siapa pemuda itu. Ia tidak mau memberitahu kami. Inilah kesaksian kami.” Himpunan rakyat percaya akan mereka, oleh karena mereka adalah orang tua-tua di antara rakyat dan hakim. Lalu hukuman mati dijatuhkannya kepada Susana.
Maka berserulah Susana dengan suara nyaring: “Allah yang kekal yang mengetahui apa yang tersembunyi dan yang mengenal sesuatu sebelum terjadi,
Engkaupun tahu pula bahwa mereka itu memberikan kesaksian palsu terhadap aku. Sungguh, aku mati meskipun tidak kulakukan sesuatupun dari apa yang mereka bohongi aku.”
Maka Tuhan mendengarkan suaranya. Ketika Susana dibawa keluar untuk dihabisi nyawanya, maka Allah membangkitkan roh suci dari seorang anak muda, Daniel namanya.
Berserulah ia dengan suara nyaring: “Aku ini tidak bersalah terhadap darah perempuan itu!” Maka segenap rakyat berpaling kepada Daniel, katanya: “Apakah maksudnya yang kaukatakan itu?”
Danielpun lalu berdiri di tengah-tengah mereka, katanya: “Demikian bodohkah kamu, hai orang Israel? Adakah kamu menghukum seorang puteri Israel tanpa pemeriksaan dan tanpa bukti? Kembalilah ke tempat pengadilan,
sebab kedua orang itu memberikan kesaksian palsu terhadap perempuan ini!” Bergegas-gegas kembalilah rakyat lalu orang-orang tua itu berkata kepada Daniel: “Kemarilah, duduklah di tengah-tengah kami dan beritahulah kami. Sebab Allah telah menganugerahkan kepadamu martabat orang tua-tua.”
Lalu kata Daniel kepada orang-orang yang ada di situ: “Pisahkanlah mereka berdua itu jauh-jauh, maka mereka akan kuperiksa.” Setelah mereka dipisahkan satu sama lain maka Daniel memanggil seorang di antara mereka dan berkata kepadanya:
“Hai engkau, yang sudah beruban dalam kejahatan, sekarang engkau ditimpa dosa-dosa yang dahulu telah kauperbuat dengan menjatuhkan keputusan-keputusan yang tidak adil,
dengan menghukum orang yang tidak bersalah dan melepaskan orang yang bersalah, meskipun Tuhan telah berfirman: Orang yang tak bersalah dan orang benar janganlah kaubunuh.
Oleh sebab itu, jika engkau sungguh-sungguh melihat dia, katakanlah: Di bawah pohon apakah telah kaulihat mereka bercampur?” Sahut orang tua-tua itu: “Di bawah pohon mesui.”
Kembali Daniel berkata: “Baguslah engkau mendustai kepalamu sendiri! Sebab malaikat Allah sudah menerima firman dari Allah untuk membelah engkau!”
Setelah orang itu disuruh pergi Danielpun lalu menyuruh bawa yang lain kepadanya. Kemudian berkatalah Daniel kepada orang itu: “Hai keturunan Kanaan dan bukan keturunan Yehuda, kecantikan telah menyesatkan engkau dan nafsu berahi telah membengkokkan hatimu.
Kamu sudah biasa berbuat begitu dengan puteri-puteri Israel dan merekapun terpaksa menuruti kehendakmu karena takut. Tetapi puteri Yehuda ini tidak mau mendukung kefasikanmu!
Oleh sebab itu, katakanlah kepadaku: Di bawah pohon apakah telah kaudapati mereka bercampur?” Sahut orang tua-tua itu: “Di bawah pohon berangan.”
Kembali Daniel berkata: “Baguslah engkau mendustai kepalamu sendiri. Sebab malaikat Allah sudah menunggu-nunggu dengan pedang terhunus untuk membahan engkau, supaya membinasakan kamu!”
Maka berseru-serulah seluruh himpunan itu dengan suara nyaring. Mereka memuji Allah yang menyelamatkan siapa saja yang berharap kepada-Nya. Serentak mereka bangkit melawan kedua orang tua-tua itu,
sebab Daniel telah membuktikan dengan mulut mereka sendiri bahwa mereka telah memberikan kesaksian palsu. Lalu mereka diperlakukan sebagaimana mereka sendiri mau mencelakakan sesamanya.
Sesuai dengan Taurat Musa kedua orang itu dibunuh. Demikian pada hari itu diselamatkan darah yang tak bersalah.
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur Kepada Allah.
Mazmur Tanggapan Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6
Ref. Tuhanlah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Tuhan adalah gembalaku, aku tidak kekurangan: ‘ku dibaringkan-Nya di rumput yang hijau, di dekat air yang tenang. ‘Ku dituntun-Nya di jalan yang lurus demi nama-Nya yang kudus.
Sekalipun aku harus berjalan berjalan di lembah yang kelam, aku tidak takut akan bahaya, sebab Engkau besertaku; sungguh tongkat penggembalaan-Mu, itulah yang menghibur aku.
Kau siapkan hidangan bagiku dihadapan lawanku, Kauurapi kepalaku dengan minyak, dan pialaku melimpah.
Kerelaan yang dari Tuhan dan kemurahan ilahi, mengiringi langkahku selalu, sepanjang umur hidupku, aku akan diam di rumah Tuhan, sekarang dan senantiasa.
Bait Pengantar Injil, do = bes, 4/4, PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal.
Ayat. Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan kepada pertobatannyalah Aku berkenan, supaya ia hidup.
Bacaan Injil Yohanes 8:1-11
“Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan ini.”
tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun. Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka. Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.
Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.
Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?”
Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah.
Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”
Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.
Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Harian Katolik Senin 7 April 2025
Renungan Homili: “Antara Batu dan Belas Kasih”
(Senin Pekan V Prapaskah – Daniel 13:1-62 dan Yohanes 8:1-11)
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Hari ini kita diajak merenung bersama dua kisah yang sangat kuat. Dua kisah yang mungkin sudah sering kita dengar, tapi belum tentu sering kita resapi. Susana dan perempuan yang tertangkap basah berzinah—dua perempuan, dua situasi yang berbeda, tapi sama-sama berada di titik nadir hidup mereka. Dan lebih penting lagi, keduanya dikepung oleh dosa—bukan dosa mereka sendiri, melainkan dosa orang-orang yang ada di sekitar mereka.
1. Kita semua punya “batu” di tangan kita
Dalam Injil hari ini, Yesus duduk mengajar. Lalu datanglah para ahli Taurat dan orang Farisi, membawa seorang perempuan yang tertangkap basah berzinah. Mereka bawa dia bukan untuk minta tolong, tapi untuk menjebak Yesus. Mereka ingin menjadikan perempuan itu korban, untuk membuktikan bahwa mereka benar. Mereka bawa batu—secara harfiah dan batiniah—untuk melempar.
Berapa sering kita seperti mereka?
Kita mungkin tidak melempar batu secara fisik, tapi kita lempar batu lewat kata-kata kita, lewat pikiran kita yang suka menghakimi, lewat gosip, lewat ketidakpedulian kita. Kita punya daftar kesalahan orang lain, tapi lupa bertanya pada diri sendiri: “Apakah aku sungguh lebih baik dari dia?”
Yesus tidak menjawab dengan kemarahan. Ia menjawab dengan hening—menulis di tanah. Diam yang menyentuh. Karena di dalam diam itu, Yesus mengundang mereka melihat ke dalam diri. Dan kalimat-Nya:
“Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu.”
Kalimat ini tak bisa disangkal. Ia memaksa kita bercermin. Dan batu-batu itu pun jatuh satu per satu. Dimulai dari yang tertua—karena mungkin mereka paling banyak tahu tentang rapuhnya hati manusia.
2. Kita juga bisa jadi Susana
Dalam Bacaan Pertama, kita mendengar kisah Susana—seorang perempuan saleh, yang dipaksa memilih antara tunduk pada nafsu atau mati karena fitnah. Dan Susana memilih dengan berani: lebih baik aku jatuh ke tangan manusia, daripada berdosa di hadapan Tuhan.
Berapa banyak dari kita pernah berada di posisi Susana? Diadili tanpa didengar. Dituduh tanpa sempat menjelaskan. Mungkin di tempat kerja, di keluarga, bahkan di komunitas rohani. Seringkali kebaikan malah dicurigai, dan kejahatan disembunyikan rapi di balik status dan kedudukan.
Tapi lihatlah bagaimana Tuhan membela. Di saat semua terasa gelap, Tuhan membangkitkan Daniel. Di saat mulut kita terkunci, Tuhan bisa bicara lewat orang lain. Karena Tuhan tidak pernah membiarkan kebenaran dikubur lama-lama.
Keadilan Tuhan mungkin tertunda, tapi tidak pernah absen.
3. Dua sisi dari hati manusia
Ada yang bilang, dalam hidup ini kita bisa jadi Susana, bisa juga jadi perempuan yang tertangkap basah. Artinya, kita bisa jadi korban—dan kita juga bisa jadi pelaku dosa. Kadang kita tidak bersalah tapi diperlakukan tidak adil. Tapi, jujur saja, kadang kita juga berdosa, dan butuh belas kasih.
Kabar baiknya, Tuhan Yesus adalah pembela Susana, dan juga pengampun si perempuan berdosa. Tuhan bukan hanya Hakim yang adil, tapi juga Gembala yang menghibur.
Seperti Mazmur hari ini berkata:
“Sekalipun aku berjalan di lembah yang kelam, aku tidak takut, sebab Engkau besertaku.”
Yesus tidak pernah menghakimi dengan kebencian. Tapi Ia juga tidak membiarkan dosa terus berlanjut.
Ia berkata:
“Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi.”
Ada kasih, tapi juga ada ajakan untuk bertobat. Inilah cinta sejati: cinta yang membebaskan, bukan memanjakan dosa.
Saudara-saudariku yang terkasih,
Hari ini kita diajak belajar tiga hal:
- Jangan cepat menghakimi. Karena belum tentu kita lebih benar dari orang yang kita nilai.
- Percayalah bahwa Tuhan akan membela kita, kalau kita berdiri di pihak kebenaran dan hidup dalam ketulusan.
- Ketika kita jatuh, jangan takut datang kepada Yesus. Ia bukan Tuhan yang suka menghakimi, tapi Tuhan yang suka memulihkan.
Mari kita meletakkan “batu” dari tangan kita—batu kebencian, batu prasangka, batu kesombongan. Dan mari kita belajar dari Yesus: mengasihi, mengampuni, dan menyelamatkan.
Semoga kita semua bisa berkata di akhir hidup kita nanti:
“Tuhan, Engkaulah gembalaku, aku tak akan kekurangan.”
Amin.
Doa Penutup
Tuhan Yesus, ajarilah aku untuk tidak cepat menghakimi, melainkan mengasihi. Ketika aku jatuh, tuntunlah aku kembali. Bila difitnah, kuatkan imanku. Jadikan aku pribadi yang adil, rendah hati, dan setia pada kebenaran-Mu, hari demi hari. Amin.