Banyak orang menghubungkan self healing dengan ide berlibur atau staycation untuk meredakan stres dan pikiran negatif.
Namun, benarkah hal ini merangkum esensi sejati dari self healing?
Asal usul istilah self healing sebenarnya mengandung dua kata: “self” dan “healing”.
Healing berarti penyembuhan, sementara self merujuk pada diri kita sendiri. Jadi, self healing dapat diartikan sebagai upaya penyembuhan yang dilakukan oleh diri sendiri.
Namun, penyembuhan diri ini melibatkan dimensi yang sangat luas.
Ia tak hanya berkaitan dengan aspek fisik, tetapi juga merambah ke dalam dimensi jiwa dan batin.
Mulai dari menyembuhkan luka-luka emosional, mengatasi trauma, hingga merawat kesehatan pikiran.
Dengan kata lain, self healing adalah proses penyembuhan yang berfokus pada luka-luka batin yang mempengaruhi kesejahteraan emosional dan mental seseorang.
Luka batin ini mungkin timbul akibat berbagai faktor. Bisa jadi akibat perlakuan buruk di masa lalu atau pengalaman kegagalan yang menghantui.
Apabila kita biarkan luka-luka batin ini terus bersemayam, dampak negatifnya dapat mempengaruhi kesehatan mental kita secara keseluruhan.
Ini bisa berujung pada gangguan kecemasan, tingkat stres yang tinggi, depresi, bahkan dapat meningkatkan risiko perilaku merusak diri hingga percobaan bunuh diri.
Tanda-tanda Perlunya Self Healing
Kadang-kadang, kita tak sadar betapa pentingnya self healing hingga situasi tertentu membuka mata kita akan perlunya penyembuhan diri.
Berikut adalah beberapa indikasi bahwa kita mungkin membutuhkan self healing:
- Sensitivitas yang Meningkat
Salah satu tanda pertama yang muncul ketika self healing diperlukan adalah perubahan sikap menjadi lebih sensitif dari biasanya.
Kita bisa jadi lebih mudah tersentuh oleh hal-hal kecil, gampang tersinggung oleh kata-kata, bahkan bisa cepat marah karena hal-hal remeh.
2. Pikiran Negatif yang Menghantui
Selain sensitivitas yang meningkat, mereka yang memerlukan self healing sering kali dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif.
Mereka cenderung membayangkan kemungkinan-kemungkinan buruk dalam segala hal, merasa pesimis dalam menjalani kehidupan, hingga merasa putus asa.
3. Balas Dendam dan Sikap Negatif
Ketika luka batin tak terobati dalam waktu yang lama, bisa mendorong seseorang untuk merespon orang lain dengan sikap yang sama buruknya.
Dalam kata lain, ada kecenderungan untuk membalas perlakuan buruk dengan perilaku yang serupa.
Mereka juga cenderung merasa ingin diutamakan dan terjebak dalam ego yang merajalela.
4. Kesulitan dalam Memaafkan dan Percaya
Salah satu esensi dari penyembuhan diri adalah menerima dan memaafkan masa lalu.
Orang yang tengah mengalami luka emosional sering kesulitan memaafkan dan mempercayai orang lain.
Kondisi ini bisa menghambat interaksi sosial, membuat sulit bergaul, kurang empati, dan cenderung egois.
5. Kurang Peduli
Luka batin yang dibiarkan dalam waktu lama bisa merubah seseorang menjadi acuh tak acuh atau kurang peduli terhadap lingkungan sekitar.
Mereka mungkin tak ambil pusing dengan kondisi orang lain, bahkan yang berhubungan erat dengan mereka.
Walaupun indikasi-indikasi di atas dapat mencerminkan kondisi kita, sangat penting untuk berkonsultasi dengan profesional agar diagnosis dan langkah penyembuhan yang tepat bisa diterapkan.
Konsultasi tidak hanya membantu dalam memahami lebih dalam mengenai diri kita, tetapi juga membimbing proses penyembuhan secara efektif.